---SASTRA---
Pasangkayu, Sul-Bar 19 September 2018
Pasangkayu, Sul-Bar 19 September 2018
Oleh : Rahmadi Usman
Ari menyandarkan tubuhnya
di tembok kamar berukuran 2x3 meter yang
selama dua tahun terakhir menjadi tempat melepas lelah bila datang kuliah.
Masih terngiang dikepalanya tentang penjelasan dosen dikampusnya tentang
filsafat manusia. Iapun bergegas mengambil buku dan pulpen di atas rak kecil
untuk menulis kembali semua yang masih tersisa diingatannya tentang materi
perkuliahan.
Begitulah kebiasaannya
setiap usai kuliah, karena menurutnya kebiasaan itu menjadikan Ari dapat
menyimpan dalam memori akan materi-materi kuliah. Tak lama terdengar bunyi handphone sebagai tanda pesan singkat
hinggap di kotak masuk, Aripun membuka dan membaca pesan tersebut
“Assalamu
alaikum, Kk dmn? bole qt ketemu?.
Setelah membaca pesan singkat tersebut Aripun tersadar bahwa
pesan itu datang dari seorang adik tingkatnya yang selama ini selalu
diundangnya dalam setiap kegiatan diskusi rutin di sekretariat organisasi yang
digelutinya...
Ria begitulah akrab dipanggil oleh teman-teman kampus kepada
sang pengirim pesan kepada Ari. Dalam benak Ari terbayang wajah Ria yang Imut,
Cantik nan anggun, pemilik bola mata yang indah serta senyuman yang mengalihkan
dunia, namun terburu-buru ia menepis bayangan itu seraya beristighfar.
“Astaghfirullah, gumamnya dalam hati.
Tanpa berfikir panjang lagi, Ari membalas dengan mengetik
lewat layar handphonenya.
“Waalaikumsalam, iya
ada apa de’? ada yg bs dibantu ?.
“Iya
ka’, ada yang mau saya omongin sama kk. Bole qt ktemu sbntar malam ?.
Ari kembali membalas dengan perasaan biasa-biasa saja “ Iya de’ Boleh.
Setelah Ari mengirim sms
balasannya, Iapun kembali fokus dengan catatan dibukunya. Memang Ari adalah
sosok pemuda yang selama ini menjadi tempat curhat oleh teman-temannya,
termasuk adik tingkatnya bila ada masalah iapun tidak menutup diri untuk
membantu. Kedewasaannya dalam mengambil sikap sering mendapat isapan
jempol dari teman-teman dikampusnya, bahkan dosen sekalipun. Sehingga wajarlah
Ari mendapat perlakuan yang kadang-kadang special
di mata teman-temannya dibandingkan senior yang lainnya.
Malampun tiba, setelah sholat isya iapun bergegas menuju suatu
tempat untuk memenuhi janji bertemu dengan Ria di anjungan pantai. Suatu tempat
yang terhitung romantis bila didatangi oleh pasangan sejoli dimabuk asmara.
Disinari cahaya lampu yang agak redup meciptakan cahaya temaram. Ari turun dari
motornya mencoba mencari tahu dimana posisi Ria diantara kerumunan orang yang
duduk dibibir pantai. Tempat ini memang sering dijadikan ruang diskusi oleh
para mahasiswa yang mengaku “aktivis” organisasi. Itulah sebabnya hingga tempat ini tak
pernah sunyi dari pengunjung. Tak lama Aripun menemukan Ria yang sedang duduk
melamun di bibir pantai. Lama ia menatap ke laut lepas yang sesekali melihat
ombak yang sedang sibuk memecah kesunyian.
“Ka’ duduk
disini... Teriak Ria menyadarkan Ari dari
lamunannya.
Ari hampir saja gagal fokus
saat mendengar suara dari ria yang begitu menyejukkan hati, begitulah Ria yang
juga tidak lain adalah primadona hati para pemuda di kampus. Ria pemilik
perangai yang sebanding dengan namanya yang selalu periang dan lemah lembut.
Ari memperbaiki posisi duduk tepat disamping Ria.
Ari masih saja berfikir mengapa Ria memanggilnya ke tempat
seperti ini berdua ?, akankah bertanya tentang teori-teori atau materi aliran
filsafat yang mungkin belum tuntas dalam fikirannya selama diskusi di
sekretariat ? atau mungkin Ria mau ikut kegiatan diluar kampus ? Atau ada
masalah dengan orang tua Ria dikampung ?.
“Sudah
lama de,” ucap Ari membuka pembicaraan
“
Menunggu kakak, semakin lama menunggu tak jadi masalah buatku”. Jawab Ria datar.
“Lah,
kok begitu ?
“ Iya
kak, kakak tidak sibuk malam ini ? jawab
ria seolah tak nyambung...
“ Iya
kebetulan saya istirahat malam ini de’. Belum ada kegiatan.
“ Kak,
saya kagum dengan kaka yang begitu dewasa.
Kata Ria dengan menatap Mata Ari.
Tiba-tiba Ari merasakan suhu panas dingin tak karuan hinggap
ditubuhnya saat kedua bola mata indah Ria bertemu pandang dengannya, Laksana
dihujani bintang-bintang dalam hari Ari saat mendengar kata-kata itu dari
pemilik bibir manis sang primadona kampus yang kini duduk disampingnya. Dengan
sedikit gugup Ari mencoba menjawab “dewasa
itu subjektif de’, boleh jadi orang lain tidak demikian pandangannya kepada
saya. Mungkin itu hanya perasaan adik saja. Saya mah biasa-biasa aja de’.
“Saya
suka sama orang dewasa kak, saya mencintai kakak. Demikian Ria mengungkapkan rasa yang membuncah dalam dada.
Ternyata pemilik wajah mempesona itu telah lama memendam
rasa cinta kepada Ari. Pemuda yang selama ini Ia cintai secara diam-diam.
“dalam
hatiku ini telah dipenuhi oleh cinta kepadamu”, gumam Ria dalam hatinya. Sudah lama Ria mencari kesempatan
untuk mengungkapkan rasa itu, namun iapun masih berharap bila Ari menyadari
akan adanya sinyal cinta Ria. Satu tahun Ria harus memendam rasa yang
menghadirkan kemelut dihatinya. Dihadapan sosok yang ia cintai, Ia menyadari setiap
hari ilusinya dipenuhi balutan rindu. Sampai bola salju cinta yang berbulir itu
semakin membesar, maka Ria memberanikan diri.
Sementara Ari masih membatin dan diam dalam kekalutan
pikirnya akan apa yang barusan didengar dari adik tingkatnya. Ari teringat
dengan Mamat, pemuda yang selalu datang berbagi cerita dengan Ari, Mamat sering
meminta Ari untuk membantunya mewujudkan cinta didalam hatinya. Cinta Mamat
kepada Ria. “Ya Rabbi, kuyakin ini ada
jalannya”. Gumamnya dalam hati. Dia tidak mungkin menutup jalan cinta Mamat
untuk mendapatkan Ria, sementara Ria kini berharap cintanya untuk dibalas.
De’,
benar apa yang saya dengar ini ? kata
ari sambil mencoba menenangkan diri.
Iya
kak, sudah lama saya mau mengatakan ini, dan malam inilah waktu yang kunantikan
itu datang. Jawab Ria datar.
Sebelumnya Ria berkali-kali mencari kesempatan bila kegiatan
rutin diskusi di sekretariat selesai, namun karena Ari juga salah satu pemuda
yang sangat sibuk dengan jadwal kegiatan padat. Dipagi hingga siang hari Ari
menghabiskan waktunya kuliah dikampus, siang hingga sore kadang-kadang ia
berbagi cerita dengan teman-teman seperjuangannya di organisasi sebelum ia
mulai kebiasaanya membaca buku. Ari menjadikan buku adalah jalan menuju
kesuksesan. Buku adalah jendela dunia, yang seyogyanya mampu membuka cakrawala
bagi yang membaca menuju kesuksesan.
Terima
kasih de’, saya bangga kenal denganmu. Tapi ada yang mengganjal dalam hati
ini... kata Ari
Apa
kak ? jawab Ria penasaran
Mamat,
Dia mencintaimu de’. Dia sahabatku. Kata Ari
dengan rasa terbata...
Meskipun sebenarnya Ari juga memiliki rasa yang sama terhadap
Ria, namun Ia tak mungkin melakukan hal yang menyakitkan bagi sahabatnya
sekaligus teman diskusinya bila mereka berdua sama-sama telah menghabiskan satu buah buku untuk dibaca setiap waktu.
Kak,
saya tidak peduli dengan Mamat.
Jawab Ria...
Tapi
saya tidak mungkin bahagia diatas derita Mamat de’... kata Ari mempertegas
Kakak
egois, tak bisa mengerti perasaanku. Ketus
Ria
Maafkan
saya de’, saya mungkin akan bahagia mendapatkan cinta dari gadis sepertimu,
berbagi
kasih dan sayang denganku itulah harapanmu, demikian pula diriku berharap
demikian.
Percayalah
bahwa cinta tak harus memiliki.
Kamu
telah memiliki ruh cintaku, namun ragaku milik yang lain.
Biarkan
Mamat meneruskan perjuangannya bertemu pelabuhan cintanya di kedalaman samudra
hatimu. Demikian Ari memberikan pengertian
kepada Ria dengan panjang lebar.
Tak sadar air mata Ria
membasahi baju yang dikenakan. Ia tak mampu membendung kemelut dalam hatinya.
Harapannya untuk bersama memadu kasih tak dapat terwujud, pesona yang ia miliki
tak dapat menembus benteng hati Ari, sambil menahan tangis yang semakin menjadi,
dalam hati ia bergumam “Selamat tinggal
harapan; selamat datang kenangan”.
Isak tangisnya Ria terdengar oleh Ari,
Perasaan bersalah
menyelimuti dirinya yang tak dapat berbuat apa-apa terhadap kondisi dan
perasaan Ria yang baru saja diungkapkan. Ari menyadari bahwa cinta adalah
bagian yang rumit untuk dimaknai bila hadir dalam hati insan manusia. Aripun
bingung harus berkata apa sebagai penenang hati Ria, sebab menurutnya salah
satu yang sulit diberi nasehat adalah orang yang jatuh cinta. Teringat dengan
isi buku yang pernah ia baca bahwa cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh
dan mekar tanpa bantuan musim.(**)