19 September 2018

Cerpen : Kemelut Hati Ria

---SASTRA---
 Pasangkayu, Sul-Bar 19 September 2018
Oleh : Rahmadi Usman
(Pendamping Desa P3MD Kecamatan Baras)

*******
Ari menyandarkan tubuhnya di tembok kamar  berukuran 2x3 meter yang selama dua tahun terakhir menjadi tempat melepas lelah bila datang kuliah. Masih terngiang dikepalanya tentang penjelasan dosen dikampusnya tentang filsafat manusia. Iapun bergegas mengambil buku dan pulpen di atas rak kecil untuk menulis kembali semua yang masih tersisa diingatannya tentang materi perkuliahan.
Begitulah kebiasaannya setiap usai kuliah, karena menurutnya kebiasaan itu menjadikan Ari dapat menyimpan dalam memori akan materi-materi kuliah. Tak lama terdengar bunyi handphone sebagai tanda pesan singkat hinggap di kotak masuk, Aripun membuka dan membaca pesan tersebut
“Assalamu alaikum, Kk dmn? bole qt ketemu?.
Setelah membaca pesan singkat tersebut Aripun tersadar bahwa pesan itu datang dari seorang adik tingkatnya yang selama ini selalu diundangnya dalam setiap kegiatan diskusi rutin di sekretariat organisasi yang digelutinya...
Ria begitulah akrab dipanggil oleh teman-teman kampus kepada sang pengirim pesan kepada Ari. Dalam benak Ari terbayang wajah Ria yang Imut, Cantik nan anggun, pemilik bola mata yang indah serta senyuman yang mengalihkan dunia, namun terburu-buru ia menepis bayangan itu seraya beristighfar.
“Astaghfirullah, gumamnya dalam hati.
Tanpa berfikir panjang lagi, Ari membalas dengan mengetik lewat layar handphonenya.
Waalaikumsalam, iya ada apa de’? ada yg bs dibantu ?.
“Iya ka’, ada yang mau saya omongin sama kk. Bole qt ktemu sbntar malam ?.
Ari kembali membalas dengan perasaan biasa-biasa saja “ Iya de’ Boleh.
Setelah Ari mengirim sms balasannya, Iapun kembali fokus dengan catatan dibukunya. Memang Ari adalah sosok pemuda yang selama ini menjadi tempat curhat oleh teman-temannya, termasuk adik tingkatnya bila ada masalah iapun tidak menutup diri untuk membantu. Kedewasaannya dalam mengambil sikap sering mendapat isapan jempol dari teman-teman dikampusnya, bahkan dosen sekalipun. Sehingga wajarlah Ari mendapat perlakuan yang kadang-kadang special di mata teman-temannya dibandingkan senior yang lainnya.
Malampun tiba, setelah sholat isya iapun bergegas menuju suatu tempat untuk memenuhi janji bertemu dengan Ria di anjungan pantai. Suatu tempat yang terhitung romantis bila didatangi oleh pasangan sejoli dimabuk asmara. Disinari cahaya lampu yang agak redup meciptakan cahaya temaram. Ari turun dari motornya mencoba mencari tahu dimana posisi Ria diantara kerumunan orang yang duduk dibibir pantai. Tempat ini memang sering dijadikan ruang diskusi oleh para mahasiswa yang mengaku “aktivis” organisasi. Itulah sebabnya hingga tempat ini tak pernah sunyi dari pengunjung. Tak lama Aripun menemukan Ria yang sedang duduk melamun di bibir pantai. Lama ia menatap ke laut lepas yang sesekali melihat ombak yang sedang sibuk memecah kesunyian.
“Ka’ duduk disini... Teriak Ria menyadarkan Ari dari lamunannya.
Ari hampir saja gagal fokus saat mendengar suara dari ria yang begitu menyejukkan hati, begitulah Ria yang juga tidak lain adalah primadona hati para pemuda di kampus. Ria pemilik perangai yang sebanding dengan namanya yang selalu periang dan lemah lembut. Ari memperbaiki posisi duduk tepat disamping Ria.
Ari masih saja berfikir mengapa Ria memanggilnya ke tempat seperti ini berdua ?, akankah bertanya tentang teori-teori atau materi aliran filsafat yang mungkin belum tuntas dalam fikirannya selama diskusi di sekretariat ? atau mungkin Ria mau ikut kegiatan diluar kampus ? Atau ada masalah dengan orang tua Ria dikampung ?.
“Sudah lama de,” ucap Ari membuka pembicaraan
“ Menunggu kakak, semakin lama menunggu tak jadi masalah buatku”. Jawab Ria datar.
“Lah, kok begitu ?
“ Iya kak, kakak tidak sibuk malam ini ? jawab ria seolah tak nyambung...
“ Iya kebetulan saya istirahat malam ini de’. Belum ada kegiatan.
“ Kak, saya kagum dengan kaka yang begitu dewasa. Kata Ria dengan menatap Mata Ari.

Tiba-tiba Ari merasakan suhu panas dingin tak karuan hinggap ditubuhnya saat kedua bola mata indah Ria bertemu pandang dengannya, Laksana dihujani bintang-bintang dalam hari Ari saat mendengar kata-kata itu dari pemilik bibir manis sang primadona kampus yang kini duduk disampingnya. Dengan sedikit gugup Ari mencoba menjawab “dewasa itu subjektif de’, boleh jadi orang lain tidak demikian pandangannya kepada saya. Mungkin itu hanya perasaan adik saja. Saya mah biasa-biasa aja de’.
“Saya suka sama orang dewasa kak, saya mencintai kakak. Demikian Ria mengungkapkan rasa yang membuncah dalam dada.

Ternyata pemilik wajah mempesona itu telah lama memendam rasa cinta kepada Ari. Pemuda yang selama ini Ia cintai secara diam-diam.
“dalam hatiku ini telah dipenuhi oleh cinta kepadamu”, gumam Ria dalam hatinya. Sudah lama Ria mencari kesempatan untuk mengungkapkan rasa itu, namun iapun masih berharap bila Ari menyadari akan adanya sinyal cinta Ria. Satu tahun Ria harus memendam rasa yang menghadirkan kemelut dihatinya. Dihadapan sosok yang ia cintai, Ia menyadari setiap hari ilusinya dipenuhi balutan rindu. Sampai bola salju cinta yang berbulir itu semakin membesar, maka Ria memberanikan diri.
Sementara Ari masih membatin dan diam dalam kekalutan pikirnya akan apa yang barusan didengar dari adik tingkatnya. Ari teringat dengan Mamat, pemuda yang selalu datang berbagi cerita dengan Ari, Mamat sering meminta Ari untuk membantunya mewujudkan cinta didalam hatinya. Cinta Mamat kepada Ria. “Ya Rabbi, kuyakin ini ada jalannya”. Gumamnya dalam hati. Dia tidak mungkin menutup jalan cinta Mamat untuk mendapatkan Ria, sementara Ria kini berharap cintanya untuk dibalas.

De’, benar apa yang saya dengar ini ? kata ari sambil mencoba menenangkan diri.
Iya kak, sudah lama saya mau mengatakan ini, dan malam inilah waktu yang kunantikan itu datang. Jawab Ria datar.
Sebelumnya Ria berkali-kali mencari kesempatan bila kegiatan rutin diskusi di sekretariat selesai, namun karena Ari juga salah satu pemuda yang sangat sibuk dengan jadwal kegiatan padat. Dipagi hingga siang hari Ari menghabiskan waktunya kuliah dikampus, siang hingga sore kadang-kadang ia berbagi cerita dengan teman-teman seperjuangannya di organisasi sebelum ia mulai kebiasaanya membaca buku. Ari menjadikan buku adalah jalan menuju kesuksesan. Buku adalah jendela dunia, yang seyogyanya mampu membuka cakrawala bagi yang membaca menuju kesuksesan.
Terima kasih de’, saya bangga kenal denganmu. Tapi ada yang mengganjal dalam hati ini... kata Ari
Apa kak ? jawab Ria penasaran
Mamat, Dia mencintaimu de’. Dia sahabatku. Kata Ari dengan rasa terbata...
Meskipun sebenarnya Ari juga memiliki rasa yang sama terhadap Ria, namun Ia tak mungkin melakukan hal yang menyakitkan bagi sahabatnya sekaligus teman diskusinya bila mereka berdua sama-sama telah menghabiskan  satu buah buku untuk dibaca setiap waktu.
Kak, saya tidak peduli dengan Mamat. Jawab Ria...
Tapi saya tidak mungkin bahagia diatas derita Mamat de’... kata Ari mempertegas
Kakak egois, tak bisa mengerti perasaanku. Ketus Ria
Maafkan saya de’, saya mungkin akan bahagia mendapatkan cinta dari gadis sepertimu,
berbagi kasih dan sayang denganku itulah harapanmu, demikian pula diriku berharap demikian.
Percayalah bahwa cinta tak harus memiliki.
Kamu telah memiliki ruh cintaku, namun ragaku milik yang lain.
Biarkan Mamat meneruskan perjuangannya bertemu pelabuhan cintanya di kedalaman samudra hatimu. Demikian Ari memberikan pengertian kepada Ria dengan panjang lebar.

Tak sadar air mata Ria membasahi baju yang dikenakan. Ia tak mampu membendung kemelut dalam hatinya. Harapannya untuk bersama memadu kasih tak dapat terwujud, pesona yang ia miliki tak dapat menembus benteng hati Ari, sambil menahan tangis yang semakin menjadi, dalam hati ia bergumam “Selamat tinggal harapan; selamat datang kenangan”. 
Isak tangisnya Ria terdengar oleh Ari, 
Perasaan bersalah menyelimuti dirinya yang tak dapat berbuat apa-apa terhadap kondisi dan perasaan Ria yang baru saja diungkapkan. Ari menyadari bahwa cinta adalah bagian yang rumit untuk dimaknai bila hadir dalam hati insan manusia. Aripun bingung harus berkata apa sebagai penenang hati Ria, sebab menurutnya salah satu yang sulit diberi nasehat adalah orang yang jatuh cinta. Teringat dengan isi buku yang pernah ia baca bahwa cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan mekar tanpa bantuan musim.(**)